Foto Saya

Latest Article Get our latest posts by subscribing this site

WISATA BUDAYA MAKASSAR, BENTENG FORT ROTTERDAM

PARADOKS BENTENG FORT ROTTERDAM, Peninggalan Kerajaan Gowa atau Belanda? 

Oleh Haeruddin Syams

Di hulu Jalan Ujung Pandang Kota Makassar terlihat deretan batu hitam yang tersusun rapi menjulang ke atas, kira-kira tingganya sekitar 5 meter. Batu itu kukuh membentuk sebuah benteng menghadap ke bibir pantai kota Makassar yang luasnya tidak lebih dari 2 kali lapangan sepak bola. 

Terlihat aksara latin berwarna merah di bibir jalan trotoar bertuliskan “Fort Rotterdam”. Tepat di bagian depan benteng terlihat patung seorang laki-laki memakai pengikat kepala yang mengarahkan jari telunjuknya ke depan, berwarna putih sambil mengendarai seekor kuda.

Benteng yang berbentuk persegi itu memiliki taman tepat di tengah, tersusun pula bangunan tua mengelilingi pinggir bagian dalam banteng. Di sekitaran taman bunga tampak dua orang perempuan berpose sembari salah seorang temannya mengabadikan gambar di handphone mereka. Ada juga pengunjung yang hanya duduk santai  menikmati pemandangan taman. 

Daya tarik wisata budaya Fort Rotterdam memikat banyak pengunjung yang berdatangan dari berbagai daerah, kata teman saya “mereka akan merugi jika jalan-jalan ke Kota Makassar kemudian tidak main ke Benteng Fort Rotterdam. Tempat yang menakjubkan untuk memanjakan mata, dan wajib bagi kalian mengabadikan dalam koleksi foto smartphone

*****

Dalam sejarah tercatat, sebelum kekalahan kerajaan Gowa di perang Makassar (1667) oleh Belanda belum ada yang namanya Fort Rotterdam. Tameng kuat di pesisir pantai Makassar itu bernama benteng Jumpandang atau Ujung Pandang. Namun sebelum nama itu, orang Gowa-Tallo dulu menyebutnya dengan Panyyua

Pada awal pembangunan benteng oleh Raja Gowa ke 9, Daeng Matanre, Karaeng Manguntungi Tumapparisi Kallonna pada tahun 1545, benteng itu dibuat menyerupai penyu (Panyyua, dalam ejaan bahasa Makassar), menghadap ke bibir pantai seolah-olah ingin bergerak turun ke laut, itulah alasan kenapa disebut dengan Panyyua

Sketsa Benteng Panyyua
Sumber, grup FB Sejarah Makassar Oleh Natsir

Ada dua masa untuk menyempurnakan bangunan benteng. Pertama saat Raja Gowa ke 10, beliau menambahkan batu karang yang awalnya hanya berupa tanah liat. Kedua Sultan Alauddin Raja Gowa ke 14. Dimasanya benteng dibuat dinding persegi empat dengan meggunakan batu. Dibangun pula rumah panggung khas Makassar yang terbuat dari kayu beratapkan daun nipah sebagai pumukiman prajurit kerajaan Gowa.

Hanya saat ini saya belum mendapat informasi terkait perubahan nama dari Benteng Panyyua ke Jumpandang. Kalau Fort Rotterdam sendiri merupakan pemberian dari Belanda. Ketika Gowa kalah perang, Belanda mengambil alih benteng tersebut untuk dijadikan pusat pemerintahan dan komando pertahanan serta gudang penampungan rempah-rempah.  

Nama Fort Rotterdam merupakan kota kelahiran Cornelis Speelman, ia seorang panglima pasukan Belanda yang menjadi pemimpin pada saat perang penaklukan kerajaan Gowa. Selain mengganti nama, Belanda juga melakukan perombakan total terhadap bentuk dan struktur benteng serta membangun rumah dengan desain eropa sebagai tempat tinggal mereka.

*****

Setelah kemerdekaan pada tahun 1970, Benteng Fort Rotterdam diambil alih oleh departemen pendidikan dan kebudayaan untuk dijadikan sebagai cagar budaya yang bertanggng jawab atas perawatan hingga pelestariannya. Dibuatlah beberapa fasilitas seperti Museum La Galigo Provinsi Sulawesi Selatan, Perpustakaan, Musollah hingga taman bermain anak-anak. 

Untuk memudahkan pengunjung mengetahui fungsi tiap bangunan, maka diberi tanda huruf tiap gedung mulai dari A sampai P beserta dengan keterangannya. Misalnya gedung N dulunya digunakan untuk menerima tamu dan sempat pula dijadikan ruang tahanan Pangeran Diponegoro saat ia tertangkap oleh pasukan Belanda. 

Bangunan 'N'
Oleh Haeruddin Syams

Saat ini pengelolah juga menyediakan jasa penyewaan gedung dan halaman benteng, jika ingin membuat sebuah kegiatan dengan tema budaya. Beberapa kali saya dapatkan pentas seni diselenggarakan, sempat pula event Internasional yakni Festifal Aksara Lontaraq. Tahun 2015 yang lalu saya beserta kawan Lontaraq Project pernah membuat pameran dalam rangka meramaikan World Heritage Day di benteng Fort Rotterdam. ( baca tulisannya disini )

Ada beberapa kesan saya dapatkan setelah kunjungan di benteng Fort Rotterdam. Pertama, saya heran kenapa pemerintah tidak mengembalikan nama benteng Fort Rotterdam menjadi benteng Jumpandang atau Panyyua !? kesannya seakan-akan kita mengabadikan kekalahan perang dan proses jatuhnya benteng ketangan Belanda. Cornelis Speelman saja lansung mengganti namanya sesaat setelah mengambil alih benteng. Dengan penyebutan Fort Rotterdam itu juga akan menjadi pengaburan sejarah sebelum dikuasai oleh Belanda.

Kedua saya kurang sepakat dengan pernyataan beberapa kawan ketika benteng Fort Rotterdam dijadikan sebagai identitas Makassar. Cobalah sejenak berjalan mengelilingi benteng, mulai dari pintu gerbang melangkahkan kaki dari ujung kanan hingga ke ujung kiri kemudian kembali lagi ke pintu gerbang. Adakah yang kalian lihat sesuatu yang memiliki ciri khas Makassar (kerajaan Gowa-Tallo)? Dinding beserta struktur bangunan yang sangat identik dengan desain klasik eropa tepatnya bangunan-bangunan Belanda.

Paradoks benteng Fort Rotterdam, apakah peninggalan Kerajaan Gowa atau Belanda ? 

Mungkin yang tersisa hanya lokasinya, bahwa di tanah itu dulunya pernah dibangun sebuah benteng yang mirip penyu oleh arsitek perang kerajaan Gowa.


Halaman

Twitter

 
Support : http://sempugi.org/ | Your Link | Your Link
Copyright © 2014. Haeruddin Syams - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger