![]() |
IRFAN |
Semenjak dia menjabat sebagai ketua komsariat, banyak forum ke-ilmuan yang dia buat seperti basic training dan mengawal sampai follow up-nya, bedah buku minggu-an yang sempat saya dipangggil menjadi pemateri, diskusi pelataran kampus, diskusi di café perintis, diskusi kontemporer dan lainnya. Selain itu dia juga aktif mengikuti forum diskusi sebut saja partisipanya di bedah buku nasional Eko Presetyo seperti yang dia sebutkan dalam tulisannya. Bukan cuman itu, dia juga aktif mengisi forum ke-ilmuan sebagai seorang pemateri apalagi dia sudah mengikuti jenjang pengkaderan tingkat II bulan dua tahun kemarin, sebagai syarat untuk menjadi pemateri di Himpunan Mahasiswa Islam.
Wajah datar saya heran dan berpikir, kenapa bisa-dia mengatakan gerakan mati, sementara banyak yang dia lakukan untuk menghidupkan gerakan Mahasiswa. apalagi sampai menyalahkan senior.
Saya tambah heran dengan justifikasi gerakan mati dalam tulisannya dengan indikator“Perdebatan tentang wacana kapitalisme, neoliberalisme, sosialisme, gerakan mahasiswa, filsafat bahkan kebenaran itu sendiri menjadi hal yang tabu bagi kalangan mahasiswa hari ini” sedangkan sebagai seorang Mahasiswa wacana itu tidak tabu baginya. Bahkan dia punya tulisan tentang itu, sebut saja tulisannya tentang “Sejarah Tasawuf, Emile Durkheim dengan Fakta Sosialnya, Penguatan Civil Society Dalam Mengawal Demokrasi” dan masih banyak lagi tulisan yang ia buat di blog-nya. Bukankah dia juga adalah Mahasiswa?
Dia juga menyebutkan indikator yang lain dari “Gerakan Mati” yakni ; “mahasiswa yang lahir adalah mahasiswa yang hanya bisa membangun baliho-baliho yang berisikan seminar nasional dan lomba. Atau bahasanya temanku mahasiswa EO (event organizer), yang berujung pada ajang mencari popularitas. Tapi dia tidak menyebutkan mahasiswa mana yang dia maksud, karna dia selaku mahasiswa tidak lahir dalam kategori yang dia sebutkan. Karna selama ini dia tidak pernah membuat kegiatan yang berorientasikan EO (event organizer) dan mencari popularitas dari apa yang dia lakukan.
****
Sebuah justifikasi hanya akan menjadi hipotesis dan asumsi bagi kita tanpa data yang kuat untuk mendukung kebenarannya atau minimal kita punya penelitian tentang hal tersebut. Telalu naïf jika kita menyalahkan senior. Apalagi jika kita belum mengetahui sumbangsih mereka untuk gerakan kemanusian dan apa yang dilakukannya sekarang untuk tetap di jalan perjuangan itu. Apakah kita pernah bertanya tentang itu kepada mereka? Dan apakah semua senior harus melakukan apa yang telah dilakukan oleh Bung Eko Presetyo untuk menginsipirasi juniornya? kalau dengan itu mahasiswa bisa tetap konsisten dengan gerakannya seperti yang disebutkan oleh adinda Irfan “bung eko adalah sosok senior yang mampu menginspirasi banyak mahasiswa salah satunya adalah saya”
Bagi saya, tulisan adinda Irfan malah membuat saya berpikiran sebaliknya bahwa gerakan sekarang sangat progres. Di era saya dulu saat menjadi ketua komisariat, hampir-hampir saya tidak menemukan teman-teman pengurus yang menulis, sedangkan pengurus generasi dia banyak yang aktif menulis. Bahkan saya selaku ketua komisariat tidak pernah membuat tulisan seperti yang dia buat hingga saya dimisioner. Akan tetapi dia selaku ketua komisariat bisa berkarya dengan menorehkan perjuangan dalam sebuah tulisan, apalagi itu bukan tulisan satu-satunya yang dia buat masih banyak lagi karya yang dia torehkan dalam blog-nya http://catatan-pergerakan.blogspot.com. Bukankah itu sebuah prestasi yang baik dalam sebuah proses regenerasi di organisasi (?)
Saya hanya bisa bilang maaf, jika selama ini tidak memberikan yang terbaik kepada adinda Irfan sebagai seorang senior. Dan tidak bisa seperti Bung Eko Presetyo yang bisa menginspirasinya.
Senin 31/Maret/2014
-HS’Masagenae
0 komentar:
Posting Komentar