Foto Saya

Home » » Belajar Sejarah Kecapi Bugis Bersama Sanggar Seni Maminasa

Belajar Sejarah Kecapi Bugis Bersama Sanggar Seni Maminasa

Haeruddin dan Pa Maruf Salim
Petikan jari Pak Maruf Salim menjadikan irama sinar kecapi itu bersenandung, ia sedang mendemonstrasikan sebuah lagu bugis menggunakan kecapinya, Sepintas ia terlihat sangat lihai memetik kecapi, bagaimana tidak Pa Maruf mulai memainkan kecapi Bugis sejak tahun 1968 hingga sekarang. Wow ! sungguh mengagumkan. Meskipun tubuhnya sudah menua akan tetapi kemampuannya ber-kecapi masih tetap hebat dan menurut saya ia tidak kalah jagonya dengan pemain kecapi muda yang ada di kabupaten Sidrap karna tidak bisa dipungkiri juga banyak pemain kecapi generasi kekinian lahir dari sanggar yang ia bina.

Pa Maruf merupakan salah satu maestro kecapi di kabupaten Sidrap, berawal dari hobi hingga ia sering dipanggil untuk mengiringi penari diacara pernikahan. Sekitar tahun 1970-an ia membentuk sebuah sanggar yang diberi nama “Sanggar Seni Maminasa. Personilnya 10 orang, terdiri dari 5 penari dan 5 pemain musik. Selain itu bapak Maruf Salim juga memproduksi alat musik kecapi dan gendang, harga kecapai biasanya dijual Rp. 300.000 dan gendang Rp. 2.000.000, dan harganya juga tergantung  dari kualitas kayu yang digunakan beserta motifnya.

Dulu waktu ia masih muda ia sering mengiringi penjemputan tamu pesta pernikan dengan kecapinya karna padatnya jadwal yang ia miliki sehingga pada suatu saat ia berpikir untuk membentuk sanggar seni yang sekarang dikelolah oleh cucunya. Bahkan mereka sering tampil di luar pulau Sulawesi seperti di Jawa dan Papua, kata cucunya mereka pernah manggung di sana. Mungkin media kita di Indonesia sangat jarang mengekspos sanggar seni lokal terutama yang ada di Sulawesi-Selatan sehingga mereka kala terkenal oleh band-band pop masa kini.

*****

Kecapai awalnya dipopulerkan oleh para pengembala di jazirah Sulawesi saat sang pengembala duduk bersantai menjaga ternaknya di padang rumput ia selalu memainkan kecapinya dan hampir semua pengembala pada saat itu pintar berkecapai, “tutur Pa Maruf sambil memetik kecapinya. Dan kecapai pertama kali ditemukan oleh nelayan di tanah mandar. Ketika mereka berlayar di tengah laut dan saat tali pengikat layar perahunya berbunyi terkena hembusan angin dari situlah muncul inspirasi para nelayan untuk membuat alat musik kecapi itulah sebabnya kenapa kecapi itu berbentuk perahu.

Di era modern ini kecapi sudah dikembangkan seperti di kabupaten Sidrap sangat banyak pemain kecapai tunggal yang cukup terkenal dan mereka biasanya melantunkan kisah-kisah sejarah, cerita lucu dan petuah-petuah bugis dengan irama kecapinya, kesannya seperti berkecapi sambil bercerita bukan bernyanyi yah. Dan kecapai juga kini sering dikolaborasikan dengan alat musik lainnya seperti gendang, seruling, rabana dan lain-lain guna untuk mengiringi para penari.

Selain itu banyak juga orang yang belajar memainkan kecapi untuk mendapatkan uang karna sudah dijadikan sebagai profesi untuk mengisi acara pesta, rata-rata diantara mereka adalah pengangguran yang putus sekolah, “kata Pa Maruf. Akan tetapi sekarang fenomena di Sidrap posisi sanggar seni mulai tergeser dengan kehadiran musik elekton. Yaa mungkin saja beberapa tahun kedepan musik tradisional tidak akan lagi kita dapatkan diacara resepsi di kampung-kampung karna sekarang masyarakat kecenderungannya lebih sering menyewa grup musik elekton dibandingkan dengan musik tradisional ala sanggar seni “keluh Pa Maruf.


Sungguh ironis jika musik/lagu tradisional mulai ditinggalkan oleh masyarakat kita, padahal saat masih muda dulu Pa Maruf sempat menyaksikan kejayaan musik ala sanggar seni. Hampir semua acara di desa-desa menggunakan jasa mereka bahkan sempat diadakan festival kecapi massal di mana ratusan orang berkumpul disuatu tempat dan memainkan kecapi secara bersamaan “luar biasa bukan! Tapi Kini hanya tinggal cerita kebanggaan saja karna semuanya mulai tergantikan. Entah apa yang merasuki pemikiran masyarakat kita? Ataukah ini merupakan efek dari modernisasi dan hegemoni barat yang membuat kita merasa jauh dari kebudayaan kita sendiri. Entahlah.

Melalui tulisan ini saya ingin mangajak teman-teman sekalian yang mengaku dirinya sebagai pemerhati budaya terutama dibidang seni, agar kita bisa mencarikan solusi alterntif untuk mencegah kepunahan alat musik tradisional dan membuatkan panggung bagi musisi-musisi lokal kita yang bergelut dibidang itu. Jika ada yang berminat menggunakan jasa sanggar seni Maminasa silahkan hubungi contak person yang ada dalam foto di bawah ini atau silahkan berkunjung lansung kesana.

Papan Nama Sanggar Seni Maminasa

Makassar 14 September 2015

4 komentar:

  1. maaf bang.. numpang baca arsip kecapinya...mantap..
    http://www.avatarzaharuddin.top/2015/12/manusia-dalam-perspektif-al-quran.html

    BalasHapus
  2. Artikelnya menarik. Di mana bisa dapat buku atau lontara tentang sejarah kecapi?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bisa di dapat arsip Provinsi Sul-Sel di jalan Perintis Kemerdekaan, dekat BTP.

      Hapus

Halaman

Twitter

 
Support : http://sempugi.org/ | Your Link | Your Link
Copyright © 2014. Haeruddin Syams - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger