Foto Saya

Home » » RAGAM PERSPEKTIF TU MANURUNG

RAGAM PERSPEKTIF TU MANURUNG

Coretan Tu Manurung Part I

Secara etimologi Tu Manurung  berarti orang yg turun  {Tu = orang} yang berasal dari kata ‘Tau’ {Manurung = turun} yang mendapatkan kata imbuhan ‘Ma’ diartikan sebagai kata kerja, jadi Tu Manurung adalah orang yang turun dari sesuatu yang lebih tinggi. Kata tinggi disini bisa dilekatkan kepada sesuatu apapun untuk menjelaskanya.

Karna dalam logika kata ‘tinggi’ merupakan kata tunggal dimana sifatnya masih tasawwur (konsep)  yang belum ada penilaian benar/salah didalamnya. Jadi kata tinggi bisa saja diafiliasikan kepada tempat (tempat tinggi), bisa juga orang yang memiliki sesuatu yang lebih tinggi dari pada yang lain, seperti derajatnya tinggi dan pencapaian spritualnya tinggi.

Dalam sejarah peradaban masyarakat bugis/makassar mereka memiliki sistem kepemimpinan yang disebut Tu Manurung yang kemudian menjadi cikal bakal terbentuknya sistem pemerintahan dan stratafikasi sosial. Sosok  Tu Manurung inilah yang menjadi pemimpin sebagai sentrum institusi sosial, dalam bahasa bugis/makassar pemimpin disebut sebagai Arung, Karaeng, Datu, Puang, addauwang. Berbicara masalah pemimpin ada dua tinjauan yang akan digunakan dalam menjelaskan Tu Manurung.

Pertama dalam tinjauan sosiologi horisontal, menurut H.Spencer pemimpin muncul sebagai konsekuensi adanya kelompok/keluarga, dimana wewenang dan kekuasaan seseorang ditentukan oleh kekuatan fisik dan kecerdasan, selanjutnya kewenangan dan kekuasaan tersebut memiliki sifat yang diwariskan dalam kelompok/keluarga tertentu, penetapan seorang pemimpin pun ditentukan oleh individu dalam kelompok tersebut.

Yang kedua sosiologi vertikal, seorang pemimpin merupakan alternatif yang menghubungkan ciptaan dan pencipta secara transendental. jadi sebuah keniscayaan adanya seorang pemimpin ummat manusia sebagai waliullah baik itu rasul, nabi, dan wali sebagai seseorang yang memahami hukum-hukum tauhid dan mengintegrasikannya dalam tatanan sosial, pemimpin yang dimaksud adalah seorang yang ditetapkan Tuhan karna mereka memenuhi syarat atas ihktiar yang dilakukannya,  dari kedua tinjauan tersebut kita bisa memahami Tu Manurung sebagai seorang pemimpin terus menempatkan penjelasan Tu Manurung sesuai abad terjadinya dalam sejarah seperti Tu Manurung Batara Guru yang terjadi sebelum masehi (sumber I Lagaligo), Tu Manurung Luwu Simpuru’ Siang dan Tu Manurung Goa Ri Takka basi abad 13 (Sumber ; Nilai-nilai utama kebedayaan bugis).

Dalam Lontara’ pun dijelaskan tentang Tu Manurung, Lontara’ merupakan bukti empiris yang tertulis di daun lontara dengan menggunakan huruf aksara bugis/makassar yang meceritakan peristiwa yang berkaitan dengan kerajaan, silsilah, aturan-aturan sosial, ilmu tentang pembacan kondisi-kondisi alam,dan hal-hal yang dianggap penting, disini akan dibahas lontara yang tertuliskan masalah Tu Manurung.

Dalam buku LA TOA (mattulada, 1985 hal 413-417) beliau memaparkan tentang penjelasan Tu Manurung dalam lontara, bahwa Tu Manurung sebagai bentuk lompatan kekuasaan, dari bentuk-bentuk kekuasaan pada tingkatan kaum yang dipimpin oleh matoa, kebentuk kekuasaan lebih tinggi dan lebih dipusatkan dalam tangan satu orang yaitu Tu Manurung, yang dijadikan sebagai Raja. Jadi ada 3 variabel yang terintegrasikan sebagai syarat terbentuknya sistem pemerintahan yaitu, Tu Manurung, Matoa, dan Kaum.

Sebelum kekehadiran Tu Manurung tiap-tiap kaum dipimpin oleh Matoa, dan antara matoa yang satu dengan matoa yang lain tidak ada struktur kordinasi antara mereka. Interaksi dan relasi sosial antara kaum mengalir secara natural karna tidak ada hukum normatif yang disepakati, jadi setiap kaum bebas menyerang dan diserang satu sama lain. Kondisi ini kemudian yang mengakibatkan kisruh sosial dalam lontara disebut “sianre bale” yaitu yang kuat menindas yang lemah, hal ini disebabkan karna adanya tuntutan kebutuhan hidup untuk memenuhi kebutuhan biologis dan ketidak puasan dengan apa yang dimiliki. Kemudian Tu Manurung tampil sebagai sosok heroid sebagai solusi atas kisruh sosial “sianre bale”.

Cerita Tu Manurung juga digambarkan dalam tutur masyarakat bugis/Makassar yaitu orang yang dianggap turun dari sesuatu tempat yang tinggi, memiliki kelebihan seperti kekuatan supernatural, kecerdasan, dan karismatik, oleh masyarakat orang tersebut tidak diketahui asal-asulnya maka dinisbahkanlah langit sebagai tempat turunnya. Melalui kelebihan yang dimiliki oleh Tu Manurung yang terintegrasikan dalam kehidupan masyarakat dan terciptalah masyarakat yang harmonis. Dengan adanya tutur Tu Manurung beberapa klan disulawesi-selatan kemudian mengklaim daerahnya sebagai tempat turunnya Tu Manurung yang kemudian anak/cucuk Tu Manurung menyebar ke berbagai daerah dan menjadi Raja didaerah tersebut.

Pendapat lain menilai bahwa Tu Manurung adalah simbol sosial yang dibuat untuk kepentingan kelompok tertentu, karna Tu Manurung merupakan cikal bakal terbentuknya stratafikasi sosial. Hal yang ditekankan disini bahwa Tu Manurung adalah mitologisasi yang diafiliasikan dengan aristokrat sebagai sesuatu yang menguatkan stratafikasi sosial mereka. Para aristokrat menjadikan mitologisasi Tu Manurung sebagai simbol sosial untuk kepentingannya karna Tu Manurung merupakan sesuatu yang superior sebagai legitimasi untuk mempertahankan statafikasi sosialnya secara turun-temurun.

Dari pembahasan diatas penulis membagi 4 perspektif dalam mengkaji Tu Manurung :

1.    Tu Manurung dalam perspektif kepemimpinan
2.    Tu Manurung dalam perspektif tutur masyarakat ( Pau-pau rikadong )
3.    Tu Manurung dalam perspektif Simbol sosial ( kepentingan kelompok )
4.    Tu Manurung dalam perpektif Lontara”
Untuk pembahasan lebih detail dari empat perspektif Tu Manurung akan dilanjutkan pada tulisan berikutnya.


(Mohon kritikan dan sarannya)
“HS-Masagenae”

2 komentar:

  1. Dari pembahasan diatas penulis membagi 4 perspektif dalam mengkaji Tu Manurung :

    1.Tu Manurung dalam perspektif kepemimpinan
    2.Tu Manurung dalam perspektif tutur masyarakat (Pau-pau rikadong )
    3.Tu Manurung dalam perspektif Simbol sosial ( kepentingan kelompok )
    4.Tu Manurung dalam perpektif Lontara”
    Baruka mau tanya kak bilang dimana sub subnya 4 perspektif itu di atas yg dimaksud, ternyata ada pale tulisan di bawah sekali "Untuk pembahasan lebih detail dari empat perspektif Tu Manurung akan dilanjutkan pada tulisan berikutnya." hehehe :/

    BalasHapus

Halaman

Twitter

 
Support : http://sempugi.org/ | Your Link | Your Link
Copyright © 2014. Haeruddin Syams - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger