17 agustus 1945 dihalaman kediaman Soekarno Jalan Pengangsaan Timur No. 16 pukul 10:00 Wib, terdengar suara lantang yang bergema, menggetarkan hati bagi orang-orang yang mendengarkannya, Sang Proklamator Ir Sukarno mambacakan Naskah Kemerdekaan RI. Moment itu kemudian dijadikan hari kemerdekaan RI yang tiap tahun direfleksikan oleh semua kalangan masyarakat RI. Mulai dari upacara kemerdekaan, lomba bernyanyi, lomba pentas seni dan olahraga. Refleksi 17 agustus dijadikan moment untuk memuliakan para pejuang dan pendiri Negara RI.
Sabtu 17/Agustus/3013 LSM
Sempugi Makassar turut merefleksi hari kemerdekaan
RI, tapi sangat berbeda dengan yang dilakukan oleh kalangan masyarakat RI pada
umumnya seperti yang telah dipaparkan diatas, mereka menginterpretasikan
nasionalisme dengan melakukan ekpedisi ketempat cagar budaya lokal tepatnya di
Kabupaten Wajo Makam cinnong Tabi II, Arung Matoa IV, dan Syech Jamaluddin Al
Akbar Al Husaini.
Kegiatan tersebut juga diramaikan oleh Founding Fathers Sempugi A.Rahmat Munawar, dan Noor Sidin (Ambo Upe) dan beberapa anggota lain seperti Roedy Rustam, Renaldi Maulana, Darsam Belana, Ridwan dan Haeruddin Syam Masagenae. Kegiatan ini juga sebagai bentuk perlawanan modernisasi barat yang menghegemoni masyarakat RI melalui budaya POP, yang membuat masyarakat RI pada umumnya melupakan Sejarah dan Budaya mereka sendiri. Ini diakibatkan karna mereka terlalu sering mengkomsumsi produk-produk budaya barat yang sangat amoral melaui media.
Kegiatan tersebut juga diramaikan oleh Founding Fathers Sempugi A.Rahmat Munawar, dan Noor Sidin (Ambo Upe) dan beberapa anggota lain seperti Roedy Rustam, Renaldi Maulana, Darsam Belana, Ridwan dan Haeruddin Syam Masagenae. Kegiatan ini juga sebagai bentuk perlawanan modernisasi barat yang menghegemoni masyarakat RI melalui budaya POP, yang membuat masyarakat RI pada umumnya melupakan Sejarah dan Budaya mereka sendiri. Ini diakibatkan karna mereka terlalu sering mengkomsumsi produk-produk budaya barat yang sangat amoral melaui media.
Ekspedisi Sureng Sempugi merupakan iktiar untuk menjaga cagar budaya
lokal yang saat ini terlupakan oleh masyarakat RI dan sungguh sangat ironis
ketika mereka bertengkar masalah silsilah sementara mereka tidak pernah
mengunjungi makam-makam tokoh yang mereka justufikasi bahwa mereka adalah
keturunan tokoh tersebut.
Saat sampai di lokasi makam sangat terlihat jelas bahwa makam itu kurang diperhatikan melihat bangunan-bangunanya sudah sangat rapuh, pagarnya juga sudah berjatuhan, halaman makam ditumbuhi tanaman liar, bahkan petani disekitaran salah satu makam menjadikannya sebagai tempat pakrir motor saat mereka turun kesawah. Pertanyaannya kemudian, dimana peran dinas pendidikan dan kebudayaan untuk merawat makam tersebut sementara ada anggaran yang dialokasikan pemerintah daerah untuk perawatan cagar budaya lokal?
Selama seharian
walhasil ekspedisi berjalan lancar, dari kondisi cagar budaya lokal yang begitu
memprihatinkan banyak hal yang harus dilakukan untuk menyelamatkan
peninggalan-peniggalan tersebut, salah satunya adalah berbagi keresahan kepada
masyarakat, Karna usaha sekecil apapun pasti memberikan efek untuk memperbaiki
peradaban lokal. adapun ekspektasi gerakan ini adalah untuk bisa menciptakan
masyarakat yang humanis melalui gerakan penyelamatan budaya dan sejarah.
(Mohon kritikan dan masukannya)
Haeruddin Syams
Masagenae
sungguh luar biasa,
BalasHapuskeep writing.
salam
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Hapusiyye terimah kasih.
BalasHapus