![]() |
Sumber, australianculturalsociology.wordpress.co |
BEBERAPA, tahun silang saat aku masih sering
mengikuti forum-forum ke-ilmuan di kampus, aku sering diajak diskusi oleh teman-teman
mahasiswa yang mengklaim komunitas mereka sebagai gerakan kiri. Alasan atas pengklaiman
tersebut, karna mereka selalu mengkunsumsi wacana pemikir liberal barat seperti
Aguste Comte, Herbert Spencer, Marx Webber, Emile Durkheim, Kalr Max dan
beberapa tokoh sosial yang lain.
Hal itulah yang mempengaruhi kenapa pejuangan yang
mereka lakukan sangat konfrontatif dan hampir semua demonstrasi yang mereka
lakukan selalu berujung bentrok dengan aparatus pemerintah (perjuangan ala gerakan
kiri).
Hhm, aku bingung
sendiri ketika meraka menyebutku sebagai mahasiswa gerakan kanan, mungkin karna
aku orangnya tidak terlalu suka belajar teori sosial jadi mereka menyebutku
seperti itu. Yah aku memang fobia dengan wacana sosial, olehnya senyumku kepada
mereka sebagai ekspresi men-iyakan panggilan
itu kepadaku.
Hari ini aku baru saja
membaca beberapa buku tentang teori sosial yang membuatku teringat kepada
teman-teman mahasiswa gerakan kiri, pernah suatu waktu aku menjadi pendengar
setia ketika seorang temanku bercerita panjang tentang otobigrafi dan pemikiran
Emile Durkheim dan aku mencoba mengkomparasikanya
dengan hasil bacaanku dan mengabadikannya dalam sebuah coretan sebagai proses
perjalanan intelektulku. Aku memanggil temanku dengan panggilan Mr.Aco (nama
samaran) ia adalah mahasiswa aktivis gerakan kiri.
****
Emile Durkheim, tokoh
sosiolog keturunan pendeta yahudi, ia lahir di Etipal Prancis 15 April 1858,
sebagai keturunan pendeta ia dituntut untuk belajar menjadi seorang pendeta. Di
saat berumur 10 tahun ia diminta menjadi pendeta tetapi ia menolak karna
perhatiannya terhadap agama lebih bersifat akademis ketimbang teologis.
Lahirnya pemikiran Durkheim sebagai aspirasi untuk
menkritik demonasi positivistic Aguste
Comte yang terlalu filoshopis, Comte
sebagai peletak batu pertama disiplin ilmu sosiologi ia berhasil membawa
pengaruh besar terhadap kontigen intelektual barat, terutama para teoritis
sosiologi selanjutnya seperti Hebert
Spencer dan Emile Durkheim.
Salah satu karya besar Durkhem ialah “Suicide”1897/1951, (George
Ritzer, teori sosilogi modern) buku itu merupakan hasil penelitian
empirisnya tentang studi bunuh diri. Ia
melakukan penelitian dibeberapa Negara eropa dan megkomparasikan data-data yang
ia didapatkan.
Menurut Durkhem seseorang nekat melakukan bunuh
diri bukan karna gejalah-gejalah psikologi, melainkan karna adanya integritas
kenyataan-kenyataan sosial kepada kediriannya Durkhem manganggap gejalah bunuh diri sebagai fenomena sosial.
Meskipun Durkheim tidak
sampai menjajal mengapa individu A dan B melakukan bunuh diri, melainkan ia melakukan
komparasi, apa faktor external yang
mempengaruhi seseorang bunuh diri karna ia menganggap bahwa seseorang yang
nekat bunuh diri karna ada sesuatu tekanan sosia dari luar kediriannya (external) yang ia sebut sebagai fakta
sosial atau barang sesuatu (thing).
Durkhem menempatkan
faktor sosial sebagai alasan yang mendesak seseorang melakukan bunuh diri, ia
pun menyimpulkan empat pemicu bunuh diri
1. Egoistik
2. Fatalistik
3. Altruistik, dan
4. Anomik
****
Hikzt, Aku akan mencoba
mengingat peristiwa bunuh diri yang pernah diceritakan oleh temanku Mr.Aco
berdasarkan apa yang telah disimpulkan oleh Durkhem.
- Ada seorang mahasiswa yang sangat pendiam, ia memiliki kebiasaan menyendiri dan merenung, kediriannya sangat tertutup dengan mahasiswa lain sehingga ia tidak pernah sama sekali menceritakan setiap masalah yang ia dapatkan. Akibatnya adalah interaksi sosial dengan teman-temannya terputus dan ia pun merasa terkucilkan karna Ia menganggap dirinya terpisah dengan mahasiswa yang lain hal itulah kemudian mendorong Ia untuk mengakhiri hidupnya. Mr.Aco menyebut itu sebagai bunuh diri egoistik (Durkhem).
- Seorang siswa yang baru saja lulus SMA/SMK dengan mendapat prestasi lulusan terbaik, ketika ia mendaftar di Universitas Negri ternyata predikatnya sebagai lulusan terbaik tidak selaras dengan hasil yang ia dapatkan saat mendaftar di Universitas Negri karna ia tidak lulus, beberapa kali ia mencoba untuk mendaftar kembali akan tetapi hasilnya tetap saja sama yaitu tidak lulus. Karna ekspektasinya sangat besar untuk kuliah di Universitas Negri, hasil buruk itulah yang mengakibatkan ia stres dan memilih untuk mengakhiri hidupnya. Mr.Aco menyebut itu sebagai bunuh diri Fatalistik (Durkhem)
- Mr.Aco mengkatagorikan bunuh diri Altruistik (Durkhem) sebagai sifat yang mulia karna mereka mengorbankan dirinya untuk kepentingan masyarakat. Misalnya aktivis kampus yang memiliki kepekaan kuat terhadap ketimpangan sosial sehingga ia rela mati-matian memperjuangkan hak-hak rakyat walaupun ia harus mengorbankan dirinya dengan melakukan aksi bunuh diri seperti membakar diri dan bom bunuh diri di tempat umum.
- Depresi ekonomi merupakan salah satu penyebab seseorang nekat mengakhiri hidupnya. Mr.Aco menyebutnya sebagai bunuh diri Anomik (Durkhem). Misalnya seorang mahasiswa hedonis yang hidupnya tidak pernah susah dimana kebutuhan ekonominya selalu lebih dari cukup. Ketika orang tuanya terkena musibah dan kehilangan semua harta bendanya, hal itu kemudian berimbas kepada anakya karna kehidupan mewah yang selama ini ia nikmati dari kekayaan orang tuanya tidak bisa lagi ia rasakan, perlahan tapi pasti, musibah itu membuat ia mengalami depresi ekonomi dan memilih untuk bunuh diri.
-![]() |
"ILUSTRASI" theunutterablebeautyofphrases.wordpress.com |
Sekarang aku baru menyesal
karna melihat proses pembelajaranku yang sangat lambat, ketertarikanku untuk
mempelajari teori sosial baru mekar setelah aku menyelesaikan studi di Kampus
Hitam ! dan mulai sekarang aku akan giat membaca buku-buku sosial walaupun kali
ini aku agak susah untuk mencari teman diskusi karna semenjak selesai di Kampus
Hitam aku putus komunikasi dengan teman-teman gerakan kiri.
Makassar 4/Februari/2014
-HS’Masagenae.
0 komentar:
Posting Komentar