![]() |
Sumber Gambar : www.wallsave.com |
Ibu
pernah bercerita tentang masa kecilku, saat ia memutar-mutar kedua lututku dan
bernyanyi lagu khas bugis “loda-loda uttu jokka ni baja, lari’ni sangadi”
kurang lebih liriknya seperti itu, lagu itu merepakan doa yang di
interprerasikan dalam sebuah lagu. Ibu sangat antusias mengajariku berjalan
agar kelak langkahku bisa menggapai harapan yang ia titipkan kedapaku.
Nak,
sekarang kamu sudah bisa berjalan jadi silahkan langkahkan kakimu dan raih
mimpimu kata ibuku.” Aku diajari berjalan agar aku bisa berjalan”
Saat
berusia 6 tahun ibu mendftarkanku di sekolah Taman Kanak-Kanak, dikampungku
dinamakan sekolah anre-anre (makan-makan) karna kami kesekolah menjadi
sebuah kewajiban untuk membawa makanan seperti kue, nasi goreng, dan roti, tapi
biasanya itu tergantung dari finansial orang tua murid.
Disana
aku belajar bernyanyi lagu nasionalisme seolah-olah kami tau apa piloshofhi
dari lagu itu. Seandainya saat itu aku memahami akan pentingnya mencintai
produk lokal maka aku akan komplain kepada guruku kenapa lagu yang dinyanyikan
bukan lagu bugis?
Setahun
di TK aku kemudian lanjut sekolah di Sekolah Dasar berbeda ketika di TK disini
tak ada lagi pembelajaran menyanyi akan tetapi lebih diprioritaskan belajar
baca-tulis.
Seperti
dengan ibuku, guru di sekolah pun begitu antusias mengajari kami baca-tulis,
sambil memandang kami dengan mata berlinang semoga kedepan kalian bisa
bermanfaat untuk bangsa, tutur guruku didepan kami.
“Kami
diajari menulis agar kami bisa menulis”
“Kami
diajari membaca agar kami bisa membaca”
Setauku
dalam Islam ayat yang pertama kali diturunkan kepada Rasulullah SAW adalah iqra
dalam ejaan bahasa arab yang artinya bacalah, pikiran nakalku terkadang
bertanya-tanya kenapa ayat iqra tidak diturunkan dengan ayat kataba yang
artinya menulis. Emm Aku lupa bahwa dalam Al-Quran tidak ada ayat kataba.
Inti
dari pembelajaran yang aku dapatkan selama ini, mulai ketika ibu mengajari
berjalan sampai kepada guru disekolah mengajari baca-tulis adalah belajar agar
bisa melakukan apa yang dipelajaari, ini bagaikan relasi filsafat teoritis dan
praktis pen.“muthadha muthahari” bagaimana memahami teori-teori filsafat
setelah itu menjawantahkannya dalam lingkungan sosial sebagai rana praktis.
Sama
ketika aku belajar mengendari motor setelah aku pintar, hampir setiap pelosok
jalan kutelusuri dengan motorku, begitu pula dengan pembelajaranku yang lain.
Tapi
kuheran dengan kebanyakan orang yang menghabiskan masa kecilnya dalam penajara
tembok kelas Sekolah Dasar untuk belajar baca-tulis akan tetapi mereka malas
membaca dan menulis ketika mereka sudah pintar.
Apakah
mereka tau begitu sia-sianya pembelajaran yang telah dilakukan selama ini untuk
belajar baca-tulis sementara kepintarannya membaca dan menulis tidak pernah di
lakukan dalam kehidupan hari-hari.
Buat
apa belajar menulis, jika tidak ingin menulis?
Buat
apa belajar membaca kalau tidak ingin membca?
Membaca
dan menulis adalah dua hal yang tidak terpisah, seperti dua entitas yang
memiliki esensi yang sama dengan kata lain bagaikan pinang dibelah dua.
Dari
sini kita bisa mengambil pembelajaran bahwa untuk mengetahui bahan bacaan
seseorang cukup dengan membca tulisannya begitu pula sebaliknya. Tulisan
seseorang merupakan cerminan dari apa yang mereka baca.
Layaknya
kedua potongan pinang yang dibelah dua, cukup dengan melihat satu potongan maka
itu akan menjadi refresentatif dari potongan yang kedua.
Seseorang
yang rajin membaca tapi tidak pernah menuliskan apa yang telah di baca maka ia
akan kehilangan satu potongan pinang dalam hidupnya, menulis pun begitu, jika
tulisan yang dibuat tanpa ada pondasi membaca, maka kita telah menyia-nyiakan
satu potongan pinang lagi.
Jika
buku yang ditulis oleh muthadha muthahari, menyederhanakan kompleksitas
kehidupan dengan filsafat teoritis dan praktis. Pemahaman filsafat akan pincang
jika hanya memahami dan mengaktualkan salah satunya, dan itu bisa dilihat dari
pribadi seorang filsuf.
Aku
hanya ingin mengatakan bahwa kompleksitas kehidupan itu sesederhana satu buah
pinang, bagian manapun dari pinang itu dibelah selama kita memotongnya
seimbang maka akan terlihat dua potongan pinang yang kemiripannya susah
dibedakan.
Begitu_jua sederhananya kehidupan Membaca-menulis…!!!
-HS’Masagenae
0 komentar:
Posting Komentar